Rabu, 31 Desember 2008

Bercita - citalah

“Barangsiapa mati sedangkan ia belum pernah berjihad, dan ia tidak bercita-cita untuk berjihad, maka kematiannya pada salah satu cabang kemunafikan.” (HR Muslim)
Bermimpilah!
Suatu hari, Umar bin Khattab melakukan dialog dengan beberapa orang di zamannya. Umar bin Khattab berkata, “bercita-citalah!” maka salah seorang di antara yang hadir berkata, “Saya berangan-angan kalau saja saya mempunyai banyak uang, lalu saya belanjakan untuk memerdekakan budak dalam rangka meraih ridha Allah.”
Seorang lainnya menyahut, “Kalau saya berangan-angan memiliki banyak harta, lalu saya belanjakan fi sabilillah.” Yang lainnya menyahut, “Kalau saya mengangankan kekuatan tubuh yang prima lalu saya abdikan diri saya untuk memberi air zam-zam kepada jama’ah haji satu per satu.”
Setelah Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu mendengarkan mereka, ia pun berkata, “Kalau saya berangan-angan kalau saja di dalam rumah ini ada tokoh seperti Abu Ubaidan bin Jarrah, Umair bin Sa’ad, dan semacamnya.”
Mungkin Anda bertanya mengapa harus bermimpi? Ternyata banyak orang-orang besar ataupun pemimpin besar yang berangkat dari seorang pemimpi. Jadilah pemimpi besar untuk menjadi pemimpin besar. Seorang tokoh pernah mengatakan, seorang pemimpin harus mempunyai banyak mimpi. Jika tidak, dia tidak layak menjadi pemimpin.
Kalau untuk bermimpi saja tidak berani, maka bagaimana ia berani memimpin? Karena menjadi pemimpin berarti menjadi orang yang cerdas. Yakni berpikir mendahului masanya, meski kadang orang lain belum bisa memahaminya. Ia juga obsesif. Memiliki pikiran dan gagasan besar diluar apa yang dipikirkan orang lain. Maka, jangan takut bermimpi!
Filosofi Cita-Cita
Orang yang mempunyai cita-cita mulia, obsesi yang tinggi, tujuan luhur, tentunya dia tidak akan menjerumuskan diri dalam kehinaan, kemaksiatan, dan kenistaan. Karena itu, bermimpilah dan bercita-citalah setinggi bintang. Cita-cita besar adalah tanda kehidupan jiwa, indikasi sukses orang-orang besar. Pintu kebahagiaan siapa saja disebabkan oleh jiwanya selalu terbuka, berpikir, dan berjiwa besar. “Kalau Anda percaya bisa berhasil, Anda akan betul-betul berhasil.” Demikian kata D.J. Schwartz dalam bukunya The Magic Of Thinking Big.
Cita-cita besar itu ibarat dinamo yang menggerakkan arus positif dan arus negatif yang mengontrol tubuh Anda. Cita-cita besar itu adalah pintu kebahagiaan, “Dan katakanlah, ‘Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi engkau kekuasaan yang menolong.” (QS. Al-Isra’: 80).
Jangan Takut Punya Cita-cita
Kadang kita takut punya cita-cita. Karena takut untuk mencapainya. Padahal cita-cita merupakan energi yang akan menggerakkan jiwa, menggerakkan pikiran yang kreatif, menggerakkan badan untuk aktif, menggerakkan seluruh tubuh mencapai tujuan. Cita-cita adalah ruh yang menjadikan seseorang tetap bertahan. Seperti Imam Ahmad yang tegar ditengah cambukan tanpa menggeserkan sedikit pun keimanan dan keyakinan yang tertanam. Cita-cita pula yang menghadirkan cinta dan kasih sayang ibu kepada anaknya, melumurinya dengan doa, menghiasinya dengan tarbiyah. Seperti pengorbanan ibunda Imam Syafi’I yang mengorbankan seluruh hartanya dan menginfakkan waktunya untuk melahirkan ulama besar, referensi peradaban Islam.
Bercita-cita itu Separuh Kesuksesan
Kesuksesan tidak semata-mata diukur dari hasil tapi juga pada proses. Proses merencanakan dengan tujuan yang benar dan mulia. Proses mengorganisasikan dengan rapi dan sistematis. Proses melaksanakan dengan ikhlas, tekun, teliti, dan professional. Dan proses evaluasi dengan jujur dan semangat perbaikan tak kenal henti. Dan cita-cita adalah separuh dari kesuksesan. Karena orang yang bercita-cita mulia tak mudah goyah untuk menggadaikan di tengah jalan, menukar dengan yang hina dan rendah.
Fokuskan Diri Untuk Meraih Cita-cita
Kita mesti memiliki prioritas dan fokus dalam hidup kita. Fokuskan pada kekuatan, pada apa yang kita miliki untuk mampu mendahsyatkan potensi meraih prestasi. Seperti kaca pembesar yang mengumpulkan sinar pada satu titik untuk dapat membakar.
Mengapa fokus penting? Karena setiap kita memiliki kekhasan masing-masing. Contohnya Hasan bin Tsabir, ia tidak pandai melantunkan azan, karena ia bukan Bilal. Khalid bin Walid tidak pintar membagi warisan karena ia bukan Zaid bin Tsabit yang pakar di bidang faraidh. Imam Sibawaih yang pakar Nahwu merasa gundah saat belajar ilmu hadits karena ia bukan Imam Bukhari yang siap berhari-hari menempuh perjalanan panjang demi mendapatkan hadits.
Kita mesti menyadari setiap kita memilki keterbatasan-keterbatasan. Namun, di balik keterbatasan itulah tersimpan kelebihan. Bila kita berpikir positif, sesungguhnya dengan keterbatasan itulah seseorang bisa “bersyukur” untuk meledakkannya menjadi keluarbiasaan.
Kuncinya adalah selalu bersyukur sehingga selalu fokus pada apa yang dimiliki. Menikmati apa yang ada, bukan meratapi apa yang tiada atau hilang dari genggaman tangan kita. Kita tidak selalu bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, namun sesungguhnya kita dapat menikmati apa yang kita miliki. Karenanya, fokuskan pada apa yang ada, jangan risau pada apa yang tiada.
Diadaptasi dengan beberapa perubahan dari “Zero to Hero” Mendahsyatkan pribadi biasa menjadi luar biasa.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Doa adalah ibadah." (HR. Abu Dâwûd dan selainnya, dishahihkan oleh Syaikh Al Albânî). Akan tetapi, banyak di antara manusia melakukan kesalahan dan kekeliruan dalam berdoa, serta tidak mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Sehingga bisa jadi kesalahan dan kekeliruan tersebut menjadi penyebab tidak dikabulkannya doa seseorang. Berikut ini beberapa kesalahan dalam berdoa yang sering dilakukan banyak orang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar